Hari ini santer beredar kabar bahwa Kabareskrim yang baru menjabat sekitar 8 bulan, Komjen Budi Waseso, akan dicopot Presiden. Bahkan konon sejumlah pejabat tinggi secara terselubung mengkonfirmasi berita tersebut. Benarkah demikian? Saya sendiri tidak terlalu tertarik dengan benar tidaknya kabar tersebut. Kalau tidak benar, saya kira Presiden selaku sosok yang paling berkompeten bisa dengan mudah menghentikan polemik dan spekulasi dengan bantahan resmi. Nyatanya tidak. Jadi mudah ditebak artinya kan.

Yang lebih menarik bagi saya adalah penyebabnya. Apa sebenarnya dosa Budi Waseso yang membuatnya tergusur dari posisi super strategis itu?

Kalau soal cerita kriminalisasi pimpinan KPK, dari sejak pencidukan Bambang Wijayanto sampai penetapan Abraham Samad sebagai tersangka, sepertinya nggak mungkin. Meskipun manuver yang dilakukan di hari-hari pertama masa jabatannya tersebut memang mengundang kegaduhan luar biasa, kasus itu sendiri rasanya sudah luar biasa. Saat gaduh-gaduhnya saja Presiden Jokowi tidak mempersoalkan, setidaknya secara terbuka, sepertinya aneh kalau baru sekarang berbuntut.

Meskipun langkahnya yang memang diakui atau tidak mengganggu kinerja KPK itu memang tidak pada tempatnya, saya melihat justru prestasi Budi Waseso akhir-akhir ini malah cemerlang. Bagaimana Polri bergerak cepat mengusut soal meroketnya harga daging sapi misalnya. Sampai yang terakhir yang mengundang banyak perhatian, langkahnya mem-follow-up kasus dwelling time yang kemudian berujung pada penggeledahan kantor Dirut Pelindo II yang berbuntut panjang di media.

Di bawah komando Budi Waseso, Bareskrim Polri menjadi sangat cepat, bahkan nampak lebih cepat dari KPK di jamannya Abraham Samad sekalipun. Kasus yang ditanganinyapun bukan lagi kasus yang dianggap tidak penting bahkan “bikin gara-gara”, tetapi kasus strategis yang menjadi perhatian Presiden. Dengan langkah-langkahnya itu, justru Komjen Buwas sepertinya lebih reaktif menindaklanjuti keinginan Presiden dibanding pejabat-pejabat lain di lingkaran kekuasaan.

Lalu apa dosa Budi Waseso yang membuat prestasinya seolah-olah hilang digantikan dengan hembusan angin rencana pencopotan? Cerita rotasi, pergeseran jabatan, saya kira cuma isapan jempol untuk memperhalus berita saja. Mana ada orang percaya bahwa jabatan super-strategis yang baru dijabat 8 bulan memang sudah wajar dirotasi?

Dari sekian banyak cerita, yang paling aktual tentu soal kemarahan RJ Lino yang langsung meminta Menteri Sofyan Jalil untuk berbicara dengan Presiden, dengan ancaman kalau tidak dia akan langsung mengundurkan diri. Demikian saktinyakan seorang Dirut BUMN sehingga bisa mempengaruhi Presiden untuk mencopot Kabareskrim? Rasanya koq nggak mungkin juga ya.

Jadi … lagi-lagi, apa dosa Budi Waseso kalau benar sampai dia dicopot dari jabatannya?

Sebagai rakyat, boleh dong saya berpendapat. Meskipun memang saya juga sadar sesadar-sadarnya kalau pendapat saya sama sekali nggak akan mempengaruhi keputusan Presiden. Dan karena ini blog pribadi saya, boleh juga dong saya tulis pendapat saya disini. Sebaiknya Komjen Budi Waseso tidak dicopot dari jabatannya sebagai Kabareskrim. Biarkan beliau menuntaskan apa yang sudah dimulainya, membabat para “pemain”. Kalau ternyata yang kena dekat dengan poros kekuasaan dan membuat banyak fihak gerah, ya resiko lah.

Meskipun mungkin Presiden dan Kapolri menyiapkan jabatan yang tidak kalah mentereng untuk Komjen Buwas, saya kira kan jabatan itu bukan sekedar tingkatan tetapi juga mesti dilihat aspek strategisnya. Sepertinya dalam kondisi saat ini, jabatan Kabareskrim itu hanya kalah strategis dari Kapolri. Atau Komjen Buwas mau dijadikan Kapolri?

Jadi … pertahankan Budi Waseso!