Cara marketing Instagram mungkin sudah dikuasai banyak para pemain online marketing. Melihat keramaiannya, sepertinya saya terlambat mempelajarinya. Karena sudah terlanjur terlambat, sempat terfikir untuk melewatkannya dan memanfaatkan waktu untuk hal lain saja. Tapi bukanlah katanya terlambat itu lebih baik daripada tidak sama sekali? Jadi akhirnya ya sudahlah tidak ada salahnya. Mungkin mempelajari, mempraktekan, dan kalau ternyata memang sudah terlalu terlambat, kan bisa berhenti kapan saja.
Mengapa Tidak Belajar Cara Marketing Instagram?
Instagram sudah cukup lama hadir di jagat maya, menyusul popularitas trio raksasa Facebook, Twitter, dan LinkedIn. Google+? Ah … apa pula itu? Hahaha. Tapi saya memang tidak tertarik mengeksplorasinya untuk keperluan marketing. Saya ekstensif menggunakan Facebook dan Twitter, menghabiskan banyak waktu untuk mempelajari cara marketing dengan social media itu sampai meyakini bahwa kedua portal social media itu memang cukup efektif dipergunakan untuk tujuan pemasaran.
Kenapa saat Instagram muncul saya lewatkan saja?
Bahkan sebelum serius mempelajari marketing dengan Facebook dan Twitter, saya cukup lama bermain dengan Flickr, portal berbagi foto milik Yahoo. Bukan untuk keperluan serius, hanya karena saya hobi fotografi saja. Ternyata sama dengan Yahoo yang menaunginya, popularitas Flickr juga terus menurun. Apalagi Facebook dan Twitter kemudian memberi fasilitas untuk posting foto juga. Jadi saya tidak berfikir bahwa portal social media berbagi foto yang baru muncul ini kemudian akan populer.
Pada saat Instagram muncul, saya belum terlalu banyak menggunakan smartphone. Kalau tidak salah ingat, bahkan saya saat itu masih mengandalkan Blackberry untuk keperluan komunikasi. Instagram yang “memaksa” pengguna menggunakan smarphone membuat saya malas. Kualitas foto yang dihasilkan smartphone saat itu juga belum terlalu bagus. Jauh beda dengan DSLR, bahkan kamera saku sekalipun. Sebagai penghobi fotografi, saya merasa membagi foto berkualitas smartphone sama sekali tidak asik.
Saat itu ada beberapa portal social media lain yang muncul ke permukaan, berusaha menyelip diantara dominasi para raksasa dengan menawarkan keunikan seperti Instagram dengan berbagi foto dari smartphone atau Path yang mengusung “niche” travel. Situs berbagi video Youtube juga hadir pada medio yang kurang lebih sama. Masih ingat dengan situs navigasi Waze yang selain peta juga memberikan informasi aktual mengenai perjalanan (macet misalnya) dengan mekanisme berbagi ala social media?
Dari beberapa nama di atas saja, siapa yang bertahan? Mungkin salah, bertahan sih bertahan. Siapa yang kemudian benar-benar tumbuh besar? Kebanyakan sih lama-lama semakin pudar warnanya.
Saat kemudian Youtube diakuisisi Google dan Instagram dikuasai Facebook, saya tidak berfikir keduanya kemudian akan dibiarkan berdiri dan menjadi besar sendiri. Mengapa? Karena berbagi foto bisa dilakukan di Facebook. Berbagi video bisa dilakukan di Google+. Tebakan saya, setelah dibeli, teknologinya akan diintegrasikan untuk memperkaya fitur masing-masing. Teknologi Youtube dipakai untuk memperkaya Google+ dan teknologi Instagram diambil untuk meningkatkan kemampuan berbagi foto pada Facebook. Sementara Youtube dan Instagramnya sendiri akan disuntik mati seperti Yahoo membeli kemudian menyembelih Koprol.
Dengan beberapa alasan itu, saya sama sekali tidak melihat adanya manfaat mempelajari cara marketing Instagram karena (saat itu) saya fikir cepat atau lambat toh akan mati juga. Kalau soal ribet, harus pake smartphone sementara waktu itu saya belum banyak menggunakannya, itu urusan kedua lah. Kalau potensial, kesulitan seperti itu pastinya sangat mudah dikesampingkan.
Lalu kenapa sekarang saya melirik Instagram untuk marketing?
Saya melihat pentingnya mempelajari cara marketing Instagram karena data menunjukkan bahwa Instagram merupakan portal social media yang paling efektif untuk menarik engagement. Pemain social media marketing atau digital marketing pada umumnya pasti faham bahwa engagement merupakan salah satu parameter yang luar biasa penting.
Kalau soal jumlah pemakai, mungkin memang “tidak seberapa” kalau dibandingkan dengan Facebook yang saat ini jumlah pemakainya lebi dari 1.8 milyar. Jumlah pemakai Instagram saat ini “hanya” 600 juta orang saja. Tapi angka itu juga sudah jauh menyalip pemain lama. Jumlah pengguna Twitter saat ini 317 juta. Sementara jumlah pengguna LinkedIn lebih sedikit lagi, 106 juta. Statistik lengkapnya dapat dilihat disini.
Tapi efektivitas menangguk engagment soal lain. Artikel social media ini mengungkap sebuah riset kecil yang menunjukkan tingginya efektivitas Instagram dalam hal engagement dan viralitas. Ringkas saja, dalam riset tersebut muncul angka sebagai berikut:
Posting pada Fan Page Facebook yang memiliki 3,2 juta fan, menghasilkan 9.405 like.
Posting pada akun Twitter yang memiliki 3,35 juta follower, menghasilkan 289 favorit dan 433 retweet.
Posting pada akun Instagram dengan 360 ribu follower, menghasilkan 52.237 like dan 315 komentar.
Jadi saya fikir meskipun mungkin agak, atau malah sangat, terlambat, penting bagi kita pemain digital marketing untuk mempelajari cara marketing Instagram.
Leave A Comment