Program kerja Sandiaga Uno yang diungkapkannya pada awak media seperti dilansir portal berita online KOMPAS.COM membuat saya merasa terpanggil untuk turun gunung dan menuliskan komentar. Cuma pinjem istilah lho ya. Kata “turun gunung” memang tiba-tiba populer saat media menyebut-nyebut keputusan Megawati mendukung Ahok memaksa SBY turung gunung. Padahal saya sudah sempat berusaha untuk tidak “keceplosan” menulis sesuatu mengenai gelaran pemilihan Gubernur DKI Jakarta yang meskipun baru akan digelar tahun 2017 yang akan datang, panasnya sudah terasa sekarang, bahkan juga dari beberapa bulan lalu. Alasannya sederhana saja. Buat apa? Toh saya juga bukan penduduk DKI Jakarta. Soal kebenaran pastinya “Wallahu Alam”. Lha saya tidak mendengar dengan telinga saya sendiri. Sementara sekarang kita dipaksa untuk meyakini bahwa media bisa dibeli untuk menjadi corong fihak-fihak tertentu yang bersedia membayar.
Patut diacungi jempol meskipun mungkin nggak usah tinggi-tinggi, bahwa setelah pasangan Cagub – Cawagub yang akan maju fixed dan didaftarkan ke KPU, ada kecenderungan baru. Kalau dulu berseliweran caci-maki dan propaganda hitam terutama yang menggunakan isu SARA sekarang agak mendingin. Sepertinya meskipun banyak pendukung dan simpatisan masih bersemangat “koar-koer”, para calon nampak memilih lebih elegan. Sesuai tuntutan banyak fihak, mereka mulai bicara program kerja. Kalaupun mencela dan mencemooh, mereka memilih menggunakan pendekatan yang santun dengan kalimat-kalimat terselubung. Mungkin memang agak sulit bertarung program dengan petahana. Program kerja petahana sudah terlihat implementasinya, sementara program-program calon penantang masih berupa wacana dan rencana. Baru kalau menang mereka bisa membuktikan apakah wacana itu akan selamanya hanya sekedar wacana atau bisa terlaksana.
Pasangan Anies Baswedan – Sandiaga Uno sepertinya agak berbeda dibandingkan pesaingnya. Kalau pada pasangan Ahok – Jarot dan Agus – Sysviana nampak jelas bahwa Cagub-nya jauh lebih dominan, Anies – Sandi nampak lebih setara. Mungkin karena tadinya Sandi memang digadang-gadang menjadi Cagub. Kesetaraan ini sudah mereka buka secara gamblang lewat disampaikannya pembagian tugas diantara keduanya. Konon Sandi bukan hanya menjadi pemain cadangan tetapi akan mendapat tanggung jawab besar di bidang yang memang sesuai dengan latar belakangnya sebagai pengusaha, ekonomi dan infrastruktur. Dengan pembagian yang demikian jelas, tentu wajar kalau kita kemudian melihat bahwa program pasangan Anies – Sandi yang menyangkut ekonomi dan ifrastruktur merupakan program kerja Sandiaga Uno, sementara bidang lain merupakan program kerja sang Cagub pasangannya.
Baru-baru ini, seperti dilansir media nasional Kompas, Sandiaga Uno yang mulai sedikit demi sedikit membuka program kerjanya menyatakan bahwa pasangan itu akan menciptakan 2 juta lapangan kerja di Jakarta melalui program pengembangan kewirausahaan yang akan mereka genjot kalau mereka memenangkan pertarungan Pilkada. Berita mengenai program kerja Sandiaga Uno yang satu ini bisa dilihat DISINI.
Selintas mungkin nampak hebat. Seperti hampir seluruh wilayah tanah air lainnya, selain merupakan pusat perekonomian nasional bahkan regional, Jakarta juga masih didera masalah kemiskinan dan pengangguran. Karena itu sangat logis jika penciptaan lapangan kerja merupakan sesuatu yang strategis untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat ibu kota secara keseluruhan. Tapi apakah benar menciptakan lapangan kerja baru di Jakarta merupakan sesuatu yang akan membawa lebih banyak manfaat daripada mudharat? Jakarta meskipun sama-sama masih didera masalah kemiskinan dan pengangguran, Jakarta beda dengan wilayah-wilayah lain di Indonesia sehingga pendekatannya juga tidak bisa sama. Penciptaan lapangan kerja baru apalagi lapangan kerja yang diciptakan merupakan lapangan kerja low-level, UMKM dan tenaga kerja yang diserapnya, bukan merupakan sesuatu yang cocok untuk Jakarta.
Apa yang akan terjadi kalau misalnya seorang pemulung di Jakarta kemudian diberdayakan sedemikian rupa sehingga dia bisa memiliki dan mengelola sebuah usaha kecil? Sesuai dengan proyeksi program kerja Sandiaga Uno, dia akan mulai bisa mempekerjakan orang lain, menyerap tenaga kerja, katakanlah 10 karyawan. Persoalannya adalah siapa yang akan dia pekerjakan saat dia mulai membutuhkan tenaga kerja tambahan. Sesuai dengan tradisi budaya masyarakat Indonesia turun temurun dari nenek moyangnya yang konon adalah seorang pelaut itu, dia akan mendatangkan kerabat, sahabat, handai taulan dari kampung halaman untuk datang ke Jakarta dan bekerja pada perusahaan yang didirikannya. Jadi kalaupun kemudian Sandi sukses membangun 200.000 UMKM yang secara rata-rata masing-masing mampu menyerap 10 tenaga kerja, yang ada bukan dua juta masyarakat Jakarta yang menganggur mendapatkan pekerjaan tapi Jakarta akan kedatangan 1.800.000 orang baru dari wilayah-wilayah lain. Lalu kemana penganggur-penganggur asli Jakarta? Ya tetep saja gak kemana-mana.
Jadi untuk yang satu ini, membuka 2 juta lapangan kerja baru di Jakarta melalui pembinaan UMKM yang merupakan program kerja Sandiaga Uno, menurut saya, blunder. Tidak akan terwujud, kalaupun terwujud akan lebih banyak mudharatnya daripada manfaatnya. Jelas menunjukkan kalau beliau tidak cukup menguasai masalah sehingga alih-alih membawa sesuatu untuk menyelesaikannya justru mempromosikan rencana yang justru akan menambah rumit masalah yang ada bahkan menciptakan masalah baru.
Leave A Comment