Seperti di banyak kota besar lainnya terapi akupunktur hewan di Bali mulai banyak diminati sebagai pengobatan alternatif untuk berbagai gangguan kesehatan pada hewan keaayangan, selain tentunya pengobatan medis oleh dokter hewan.

Rasanya saya bukan termasuk orang yang takut jarum. Kalau saya cenderung tidak berkunjung ke dokter atau rumah sakit untuk gangguan-gangguan kesehatan kecil yang saya alami, bukan karena takut suntikan. Jangankan suntikan obat, jarum donor darah yang gede banget itupun saya nyante aja koq. Lagian dokter sekarang juga nampaknya nggak nyuntik kalo nggak perlu. Beda sama Mantri Puskesmas jaman dulu yang pasiennya nggak merasa lengkap diobati kalau nggak disuntik.

Terapi Akupunktur

Tapi kalau terapi akupunktur, saya terus terang nggak berani. Takut? Meskipun agak nggak nyaman untuk mengakuinya, ya kalo nggak berani artinya takut. Lha kan jarum akupunktur kecil-kecil? Iya tau. Jarum akupunktur kecil-kecil pake banget. Makanya kalo saya ngeri dengan terapi akupunktur, bukan karena saya takut dengan jarumnya.

Salah satu kawan baik saya seorang ahli akupunktur di Jakarta. Banyak teman-teman kami yang kalau berkunjung ke tempatnya, sengaja minta diterapi. Entah karena beneran punya masalah kesehatan atau sekedar manja aja punya temen yang ahli akupunktur. Sama dengan teman saya yang kebetulan seorang chef, kalau mau main ke tempat dia, pertanyaan pertamanya selalu “Dimasakin apa kita kali ini?” Padahal restoran di deket-deket tempat dia juga bejibun.

Jarum Terapi AkupunkturTapi kalau saya sendiri sih kalo masakan okelah, tapi kalau terapi akupunktur, nggak dulu deh. Kalaupun kebetulan ketemu dan dia menawarka seperti biasanya dan saya kebetulan sedang mengalami sedikit masalah kesehatan, saya lebih memilih tanya-tanya dari sisi medis saja. Kebetulan selain salah satu ahli akupunktur terkemuka di Jakarta dia juga memang seorang dokter. Bukan hanya dia, istrinyapun juga dokter. Dokter spesialis malah mereka.

Lalu kenapa saya takut dengan akupunktur?

Persepsi Saya Tentang Akupunktur

Dari pemahaman saya yang sangat terbatas ini, akupunktur merupakan metode penyembuhan kuno yang dilakukan dengan merangsang simpul-simpul syaraf dengan cara menusukkan jarum berukuran sangat kecil.

Sebagai orang awam yang mempelajari ilmu biologi hanya saat sekolah, saya tahu kalau syaraf merupakan jaringan menyerupai kabel yang sangat rumit dan sangat kecil, berpusat dari otak menuju seluruh tubuh untuk mengirim dan menerima sinyal. Misalnya dari permukaan kulit syaraf memberi sinyal pada otak bahwa terasa panas, otak mengirim sinyal pada otot-otot tangan untuk menggerakkannya menjauh dari sumber panas.

Apakah selalu sesederhana itu? Tidak juga. Sistem syaraf jugalah yang mengendalikan organ-organ vital dalam tubuh seperti jantung misalnya.

Pernah melihat film kungfu dimana si jagoan melumpuhkan lawan, membuatnya tidak dapat bergerak sama sekali bahkan berhenti bernafas bukan dengan pukulan keras tapi dengan totokan jari ke beberapa titik pada tubuhnya seperti leher misalnya?

Seperti itulah terapi akupunktur dalam benak saya. Beda antara akupunktur dan totok jari ai jagoan kungfu hanya pada cara menyentuh simpul syaraf. Praktisi akupunktur mengunakan jarum halus yang ditusukkan ke dalam tubuh sementar si jagoan kungfu meggunakan tekanan dari luar tubuh.

Bisa kita menganalogikan terapi akupunktur dengan memperbaik jaringan kabel listrik. Kalau lampu mati, kita cari simpul-simpul salam jaringan kabelnya untuk melokalisir jalur yang terganggu, lalu setelah ditemukan titik putuanya, kita sambung lagi agar lampu kembali menyala. Atau kalau mau lebih presisi analoginya mungkin dengan jaringan komunikasi data digital sistem jaringan komputer.

Persoalannya apapun analoginya, kalau kabel itu keliatan barangnya. Gede pula. Jadi kita tahu dimana letak sumbernya dimana letak simpulnya, dimana letak jalurnya, dimana letak ujungnya. Lha syaraf? Selain sangat halus dia juga tersembunyi jauh di dalam tubuh, tertutup kulit dan otot.

Logika saya, artinya para praktisi dalam melakukan terapi akupunktur cenderung meraba-raba. Kombinasi antara pengetahuan mengenai anatomi khususnya peta jaringan syaraf, feeling dan pengalaman, membuat dia “tahu” titik yang harus dia tusuk.

Sengaja kata tahu saya kasih tanda kutip karena mereka tahu tanpa melihat. Bahkan tidak pernah melihat.

Takut Terapi Akupunktur

Saya berusaha berbaik sangka saja. Saya nggak mau bilang kalau terapis akupunktur bisa bodoh, ceroboh, pikun, dan parameter-parameter negatif lain. Saya ambil asumsi positif saja bahwa semua tetapis akupunktur itu ahli dan teliti. Tapi bukankah Tuhan sendiri menciptakan manusia sebagai makhluk yang tidak luput dari berbuat salah? Meskipun anggaplah itu sesuatu yang tidak disengaja.

Bagaimana kalau dia menusuk titik untuk menghilangkan keluhan sakit pinggang misalnya, tapi tanpa sengaja dia mengenai simpul syaraf lain. Lalu alih-alih sakit pinggang hilang malah “si otong” jadi lunglai misalnya?

Nggak ngeri? Kalau saya sih iyes. Takut bukan sekedar ngeri. Tingkat ketakutannya cukup tinggi untuk membuat saya “say no to akupunktur.

Jadi balik ke cerita teman saya, kalau saya ngobrolin keluhan kesehatan lalu dia menawarkan terapi akupunktur untuk menyelesaikannya, saya ya nyari-nyari alasan yang sopan untuk menolak halus dan memilih solusi lain.

Padahal temen saya itu sangat reliable. Cerdas, teliti, amanah lah pokoknya. Sementara kepakarannya di bidang akupunktur juga sangat mumpuni. Every now and then dia terbang ke beebagai kota di.Tiongkok untuk terus memperdalam ilmunya. Salah satu pakar terapi akupunktur di Jakarta yang paling top lah.

Terapi Akupunktur di Bali

Entah karena komunitas keturunan Tionghoa di Bali tidak sebanyak di kota-kota besar lain di tanah air seperti Jakarta atau ada alasan lain, popularitas penyembuhan dengan terapi akupunktur di Bali tidak sepopuler di kota-kota besar lain.

Kemungkinan penyebab lain, Bali juga memang memiliki aneka metode pengobatan tradisional yang berakar dari keluhuran ilmu masa lampau. Seperti kita bisa melihat bagaimana masyarakat Bali masih lekat melaksanakan tradisi mereka dari sisi religi, soal kesehatanpun demikian. Dari “balian” yang lebih berat ke sisi spiritual sampai “usada” yang menggunakan cara-cara yang lebih bisa difahami dengan logika ilmiah, sudah turun temurun menjadi referensi penyembuhan masyarakat Bali.

Sementara itu sebagai salah satu ibu kota pariwisata dunia dimana aliran manusia dari berbagai bangsa, kebanyakan sebagai wisatawan tapi ada juga sebagian yang menetap, aneka metode penyembuhan tradisional maupun modern turut masuk ke Bali, tak terkecuali akupunktur.

Jadi kalau kita bicara praktek penyembuhan terapi akupunktur di Bali, ada meskipun belum begitu populer.

Akupunktur Hewan

Kegemaran memelihara hewan semakin tumbuh seiring dengan perkembangan sosial ekonomi masyarakat.

Terapi Akupunktur Hewan di BaliKalau sudah bicara hewan peliharaan, meskipun ada orang-orang yang memiliki selera ekstrim dalam memilih hewan peliharaan, yang paling banyak menjadi pilihan tentunya adalah anjing dan kucing.

Ada juga yang memelihara hewan dan menghubungkannya dengan keyakinan agama, seperti yang beragama Islam tidak menyukai anjing karena faktor najis dan memilih kucing karena selain tidak najis dipercaya sebagai hewan kesayangan nabi. Tapi ada juga yang tidak, misalnya mereka yang beragama Islam bahkan berhijab tapi menyayangi anjing.

Kalau dulu hewan peliharaan sering ditempatkan menjadi kasta kedua di dalam rumah, misalnya tidur di luar rumah atau makan nakanan sisa manusia misalnya, sekarang kondisinya sudah jauh berbeda. Sekarang hewan peliharaan menjadi anggota keluarga yang setara dengan manusia. Tidurnya tidak hanya di dalam kamar bahkan di ranjang. Atau kalaupun tidak diperkenankan tidur di ranjang bersama pemiliknya, mereka disediakaj kasur khusus yang tidak kalah nyaman dan mahal.

Makananpun begitu. Mereka bukan hanya berbagi makanan yang sama dengan anggota keluarga lain, tapi disiapkan khusus karena dengan alasan kesehatan mereka tidak boleh makan makanan berbumbu apalagi bumbunya garam atau MSG. Tapi kualitas bahan makanannya setara.

Perhatian terhadap kesehatan hewan peliharaanpun tidak kalah prima. Selain pilihan klinik kesehatan hewan yang nyaman dan memiliki perlengkapan layaknya rumah sakit untuk manusia, para pemilik hewan sering kali memilih klinik yang digawangi dokter-dokter hewan senior yang sarat pengalaman, meskipun konsekuensinya jelas tercermin dalam angka yang muncul di atas tagihan.

Saat pengobatan medis diyakini tidak bisa memberikan jawaban memuaskan atas masalah kesehatan yang dialami hewan peliharaan, pengobatan alternatif yang berakar pada tradisi lawas diambil sebagai pilihan. Salah satunya terapi akupunktur pada hewan.

Terapi Akupunktur Hewan di Bali

Kalau terapi akupunktur untuk manusia di Bali tidak sepopuler di kota-kota besar lain, terapi akupunktur pada hewan di Bali sudah banyak menjadi pilihan para pemilik hewan peliharaan di Pulau Dewata ini.

Mungkin kombinasi antara semua yang saya sebutkan dari awal. Kalau manusia, bisa jadi ada banyak yang seperti saya, takut dengan akupunktur. Ada banyak juga yang takutnya bukan pada akupunkturnya tapi pada jarumnya. Tapi kalau untuk tubuh lain, bukan tubuh sendiri, bisa jado kita lebih mudah menerima.

Selain itu pilihan pengobatan alternatif lain yang cukup banyak di Bali umumnya hanya melayano manusia. Sebut saja pengobatan tradisional Usada Bali yang berakar pada tradisi asli Bali atau chiropractic yang nggak beda-beda amat dengan pijat tapi dibawa dari barat sehingga terkesan lebih modern, biasanya hanya melayani manusia saja.

Sementara terapi akupunktur pada hewan di Bali sudah tersedia. Ada yang juga melayani manusia, ada pula yang benar-benar megkhususkan diri pada hewan.

Salah satu masalah kesehatan hewan yang sering dicari solusinya melalui terapi akupunktur adalah masalah yang berhubungan dengan ortopedi, misalnya hewan yang mengalami kecelakaan seperti tertabrak sehingga tidak bisa berjalan lagi.

Kalau hewan yang menjadi korban kecelakaan itu mengalami trauma tulang yang bisa diselesaikan dengan cara operasi, pembedahan bisa menjadi pilihan. Biasanya tulag yang patah disambung dengan bantuan pen logam melalui operasi. Setelah tulang kembali menyambung secara alami, dilakukan operasi lagi untuk mencabut pennya. Ada beberapa dokter hewan senior yang menjadi referensi untuk bedah tulang di Bali.

Tetapi kalau traumanya terjadi pada tulang punggung yang selain patahan juga menyebabkan kendali syaraf terganggu, biasanya pembedahan tidak menyelesaikan masalah. Dokter hewan spesialis bedah tulang di Bali belum secanggih Noel Fitzpatrick, dokter hewan berkebangsaan Swedia yang sering kita lihat di layar kaca dalam acara The Supervet.

Untuk kasus seperti itu, biasanya terapi akupunktur hewan yang dilakukan secara rutin bisa memberi harapan. Di Bali populasi anjing baik yang dipelihara maupun yang liar, baik ras luar maupun ras asli Bali, memang sangat banyak. Sementara kepedulian manusia untuk berhati-hati berkendara memang umumnya relatif minim, tidak terkecuali di Bali.

Tidak mengherankan kalau terapi akupunktur hewan di Bali cenderung lebih populer.