Mungkin salah ya, bukan Wagub Sandi Uno karena Wagub DKI sejarang masih Pak Djarot. Tapi Pilkada sudah lewat, dan meskipun KPU belum melansir pengumuman resmi, tapi dari quick count Pilkada DKI yang dilakukan sejumlah lembaga sepertinya sudah bisa dipastikan Sandi Uno dan pasangannya memenangkan pertarungan itu. Bahkan masing-masing calon sudah menggelar pidato resmi, pidato kemenangan Bang Anies dan pidato kekalahan Koh Ahok. Jadi bolehlah kalau saya sebut Wagub Sandi Uno dan Gubernur Anies Baswedan. Lagian ini blog saya koq, suka-suka saya dong. Hehehe.
Reaksi orang bermacam-macam saat membandingkan pendanaan kampanye masing-masing Paslon yang bertarung di Pilkada DKI. Tentunya sejak memasuki putaran kedua, orang memang tidak lagi memperhatikan Paslon yang sudah tersisih di putaran pertama, perhatian tertuju hanya pada dua Paslon yang maju ke putaran kedua. Menghabiskan jumlah yang “nggak beda-beda amat” dalam laporan biaya kampanyenya, kedua Paslon berbeda jauh dari sisi pendanaan. Kalau pasangan Ahok-Djarot sumber dananya didominasi swadaya para pendukungnya, pasangan Anies-Sandi hampir semua biaya kampanyenya ditanggung kocek pribadi Cawagub Sandi Uno.
Dari mana Sandi Uno punya uang sebanyak itu? Rasanya semua orang juga tahu kalau Sandi Uno memang pengusaha kaya raya. Kekayaan Sandi Uno bisa dilihat dari Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) yang dilayangkannya pada bulan September 2016 lalu. Beritanya disini. Harta berupa kendaraan saja milyaran. Properti yang dimilikinya tidak hanya di Indonesia saja. Sandi Uno tercatat juga memiliki properti di Singapura dan Washington DC, nilai totalnya lebih dari 100 milyar. Angka itupun tidak seberapa karena total kekayaan Sandi Uno secara keseluruhan mencapai 3,856 trilyun. Sebagian besar kekayaan Sandi Uno berbentuk saham di berbagai perusahaan yang nilainya mencapai 3,721 trilyun.
Jadi jelas dong, kalau hanya mengeluarkan sekitar 100 milyar untuk membiayai kampanye mah … keciiil.
Tapi meskipun kecil secara prosentase dari total kekayaannya, tentu saja angka 100 milyar tidaklah kecil. Bahkan konon menjelang kampanye Sandi Uno menjual sebagian saham perusahaan yang dikuasainya untuk mendapatkan dana segar. Pastinya sih. Kan bayar peserta kampanye nggak mungkin pake saham. Orang susah diiming-iminginya pake sebako, bukan pake saham. Sementara itu sebagai seorang pengusaha yang “mainan” utamanya investasi, memang nggak mungkin orang sekalas Sandi Uno akan menyimpan uang sampai 100 milyar nganggur dalam bentuk tunai. Memang dalam LHKPN-nya sendiri juga harta berbentuk tunai dan setara kas lain milik Sandi Uno “hanya” 12,9 milyar rupiah plus 30,25 juta dolar Amerika. Nggak sampe 100 milyar kan.
Sandi Uno Untung Besar
Sebagai pengusaha, tentunya Sandi Uno berhitung sangat cermat. Konon namanya pengisaha itu duit 100 perak yang keluar aja mesti jelas balik dengan keuntungan berapa. Apalagi 100 milyar coy!
Pada tanggal 20 April 2017, sesaat setelah kemenangan Sandi Uno dan pasangannya dalam Pilkada DKI, Kompas memberitakan lonjakan tajam kenaikan harga saham Saratoga Capital milik Sandi Uno. Beritanya disini. Hari pemungutan suara, seperti kita ketahui, adalah pada tanggal 19 April 2017.Sore harinya kita sudah mengetahui kemenangan pasangan Anies – Sandi melalui sejumlah “quick count”. Jakarta libur saat itu. Besoknya, tanggal 20 April 2017, saat bursa saham dibuka pada pukul 9 pagi, saham Saratoga dibuka dengan harga Rp 3.700 per lembar. Hanya dalam satu jam, pada pukul 10 pagi, harga saham Saratoga melesat 14.54% menjadi Rp. 4.330 per lembar.
Sedikit ya? Cuma dari Rp. 3.700 menjadi Rp. 4.330, artinya kan cuma Rp. 630 rupiah saja. Iya kalau kita hanya bicara satu lembar. Sandi Uno tercatat menguasai 754 juta lembar saham PT Saratoga Investama Sedaya Tbk (SRTG). Silahkan keluarkan kalkulator, hitung berapa 630 rupiah kalau dikalikan 754 juta. Dapat angkanya? 475 milyar saudara-saudara … hampir setengah trilyun. Kalau konon Sandi Uno merogoh kantongnya sebesar sekitar 100 milyar untuk membiayai kampanye bersama pasangannya yang “mokondo” dan partai-partai pendukungnya yang “cap jahe” itu, dan kemudian mendatangkan 475 milyar dalam bentuk kenaikan harga saham, bukankah itu untung besar namanya?
Berapa waktu yang dihabiskan Sandi Uno untuk merintis proses ke Pilkada DKI? 6 bulan? Setahun? Not bad at all ya?
Memang sejumlah analis mengatakan bahwa lonjakan kenaikan harga saham itu merupakan lonjakan sesaat, spekulasi, imbas langsung dari naiknya sentiman positif terhadap sosok Sandi Uno atas kemenangannya dalam Pilkada. Tapi kerja Sandi Uno belum kelihatan. Masih lama baru bisa dilihat kinerjanya sebagai pejabat publik yang dipilih rakyat. Kalau buruk bisa saja harga sahamnya ikut turun. Tapi untuk beberapa waktu, sepertinya harga saham itu tidak akan mendadak turun lagi kecuali ada faktor lain yang luar biasa. Bahkan kecenderungannya tetap akan naik sampai nanti Sandi Uno benar-benar menjabat. Itupun kalau ternyata prestasinya bagus, sentimennya akan tetap positif, nggak akan membawa pengaruh negatif pada harga saham.
Leave A Comment