Beberapa minggu terakhir ini media konvensional maupun jagat maya khususnya kanal-kanal social media dipenuhi dengan pertentangan tajam yang mengarah pada perpecahan. Mempertentangkan keyakinan Umat Islam dengan situasi politik khususnya terkait dengan Pilkada DKI Jakarta, Bangsa Indonesia seolah-olah terkotak-kotak dan saling menyerang. Antara mereka yang mengklaim membela pengangut Agama Islam dan mereka yang berbeda agama, antara mereka yang menyatakan diri mewakili kaum pribumi melawan mereka yang terkahir di Bumi Pertiwi tetapi memiliki garis keturunan asing khususnya dari Tiongkok sana.

Mereka yang tidak secara langsung ikut berkonflik juga turut terkotak-kotak dengan pendapat masing-masing. Tidak semua pemeluk Agama Islam sependapat dengan kolompok yang mengaku mewakili Umat Islam. Tidak semua “pribumi asli” mempermasalahkan mata sipit yang merupakan salah satu ciri khas warga keturunan Tionghoa. Demikian juga sebaliknya.

Tapi beberapa hari ini seolah-olah persatuan kembali menggema. Semangat nasionalisme kembali berkobar. Pemicunya? Perseteruan antara Freeport yang mengelola pertambangan terbesar di Papua melawan Pemerintah Indonesia. Melawan? Dalam beberapa pernyataan yang dilansir media, mereka menolak kata yang satu itu. Tapi dari sikapnya, apalagi sih istilah yang tepat selain melawan? Bahkan melawan dengan pamer kontribusi. “Selama beroperasi sudah menyetor sekian trilyun …” Iya yang disetor sekian trilyun, lha yang elu kantongin sendiri berapa banyak?

Tidak cukup dengan pamer yang artinya menebar ancaman akan hilangnya potensi setoran ke depan, masih ada juga ancaman-ancaman lainnya. Memberhentikan sekian puluh ribu karyawan yang semuanya orang Indonesia. Bahkan mengancam untuk membawa kasusnya ke Lembaga Arbitrase Internasional. Sudah seperti ribut-ribut FPI lawan Ahok dan pemerintah saja saling ancam melapor ke Polri.

Kalau dalam kasus seputar Pilkada DKI sejumlah Ormas Islam – atau mungkin nggak banyak sih, cuma satu trus bikin anak-anakan dengan nama ini itu biar keliatan banyak – mengambil posisi berseberangan dengan pemerintah yang ditudingnya melindungi salah satu Calon Gubernur yang tidak mereka sukai, dalam kasus Freeport organisasi Islam terbesar dan tertua di tanah air yang memang memiliki legitimasi sangat kuat baik di dalam maupun di luar negeri mengambil posisi mendukung pemerintah.

Pernyataan Ketua PBNU Mendukung Pemerintah dalam Kasus Freeport

Pernyataan dukungan Nahdatul Ulama kepada pemerintah dalam kasus Freeport tidak sekedar ucapan salah satu pengurus. Bukan hanya selewat menjawab pertanyaan awak media. Tetapi Ketua Umum PBNU sendiri yang sengaja datang menyambangi Mentri ESDM di Kantor Kementrian tersebut khusus untuk menyatakan bahwa beliau dan jajarannya “pasang badan” di belakang Sang Mentri menghadapi Freeport.

Patut dicatat lho, dari namanya saja kita sudah bisa dengan mudah mengetahui kalau Mentri ESDM kita ini tidak beragama Islam. Tapi PBNU tanpa ragu menyokong kepemimpinannya dalam bidang energi dan mineral di negeri ini.

Tidak lama berselang, Banser yang merupakan organisasi sayap kepemudaan NU menyatakan komitmen kepatuhannya mengikuti arah langkah KH Said Agil Siradj, berada di belakang pemerintah menghadapi Freeport. Bahkan Banser menyatakan kondisi Siaga 1 dimana semua kader harus bersiap diri untuk “bertempur”. Dukungan terus mengalir. Kalangan wakil rakyat di DPR termasuk Ketua DPR, pengusaha, akademisi, berbondong-bondong menyatakan dukungannya.

Dukungan besar untuk Mentri Jonan memang sangat penting. Apalagi Presiden Jokowi sudah secara eksplisit menyatakan bahwa beliau mendelagasikan soal Freeport ini secara penuh ke pundak Sang Mentri. Sementara itu yang dihadapi memang sosok yang luar biasa besar. Freeport bukanlah perusahaan kecil. Operasinya luar biasa besar. Tenaga kerja yang terlibat saja puluhan ribu orang, itu baru yang bekerja di pertambangan yang berada di Papua saja. Tentunya dinyatakan atau tidak, Amerika Serikat sebagai negara asal perusahaan itu juga akan berdiri di belakang mereka. Berhadapan dengan Freeport sama seja dengan berhadapan dengan Amerika Serikat.

Lalu dimana ormas yang satu itu? Nggak kedengeran bunyinya tuh. Mereka masih sibuk memamerkan kepahlawanannya dengan membantu korban banjir. Oh iya, mereka juga sedang menggelar aksi lagi di Gedung DPR. Masih muter-muter soal itulah, soal Ahok yang dituduhnya menista Al Quran dan tidak layak menjadi pemimpin karena beragama Kristen.

Terima kasih Freeport … ulah kalian membuat rasa nasionalisme bangsa ini bangkit kembali.