Rajin menghibur dengan kontroversi heboh yang justru menjadi lawakan konyol, sudah lama sosok petinggi Gerindra bernama Habiburokhman ini tidak muncul. Kangen juga sih. Rasa-rasanya terakhir kita dibuat ngakak berhari-hari itu saat dia mencoba mengolok-olok hasil kerja mantan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama dengan mangatakan dia nyasar di Semanggi 2.

Pagi ini tiba-tiba dia muncul saat saya membuka situs berita, lagi-lagi seperti biasa, lontaran kontroversial yang justru jadi menggelikan.

Hari-hari terakhir ini perhatian kita memang cukup tersita dengan berita seputar rangkaian debat Calon Presiden yang sesi pertamanya akan digelar bulan ini juga. Dikabarkan sesi pertama ini akan membahas 3 hal penting dalam kehidupan bernegara di tanah air tercinta ini berkaitan dengan persoalan hukum yaitu hukum dan HAM, korupsi, dan terorisme.

Sebagai petinggi partai pengusung Prabowo-Sandi, Habiburokhman nampak berupaya membangun kemenangan Prabowo-Sandi lewat perang opini. Dalam berita yang dilansir portal berita terkemuka detik.com Habiburokhman dengan lantang mengklaim kemenangan telak 3-0 Prabowo-Sandi atas pasangan petahana Jokowi-Ma’ruf Amin.

Soal penegakan hukum Habiburokhman menunjuk ketimpangan penegakan hukum, perbedaan perlakuan atas pelanggaran hukum yang dilakukan mereka yang terafiliasi dengan kubu oposisi dan mereka yang mendukung petahana yang saat ini memegang kekuasaan. Saat semua orang di kubu Prabowo yang terjerat kasus hukum berusaha membangun stigma “dikriminalisasi” yang artinya tidak melakukan tindakan kriminal tapi dituduh melakukan dan diproses hukum, Habiburokhman justru seolah mengakui kalau kasus-kasus itu memang pelanggaran hukum dan karenanya menggugat perlakuan yang berbeda dalam penanganannya.

Menepuk air di dulang terpercik muka sendiri?

Sementara mengenai HAM dia menunjuk sejumlah kasus pelanggaran HAM yang sampai saat ini belum terungkap seperti kasus Marsinah, Udin, dan Novel Baswedan. Dimana anehnya? Kasus Marsinah terjadi tahun 1993 sementara kasus Udin terjadi tahun 1996, keduanya masih pada masa pemerintahan Pak Harto. Kita tahu barisan keluarga Pak Harto sekarang berada di kubu Prabowo. Demikian juga SBY, Presiden Indonesia dengan kekuasaan terlama pasca Orde Baru yang juga gagal mengungkap kedua kasus pelanggaran HAM berat itu.

Soql korupsi, Habiburokhman menganggap banyaknya pejabat terutama pejabat daerah yang terjerat OTT KPK sebagai bentuk kegagalan pemerintah. Pemikiran yang terbalik 180 derajat dari logika wajar sebetulnya. Justru keberhasilan KPK untuk “unjuk gigi” ini merupakan refleksi komitmen pemerintahan Presiden Jokowi yang memberi ruang seluas-luasnya kepada KPK untuk bekerja. Lihat saja dulu. Bukannya sibuk mengungkap kasus korupsi, malah pimpinan-pimpinan KPK dijerat kasus oleh lembaga-lembaga penegakan hukum yang bekerja di bawah kekuasaan Presiden. Apa yang terjadi dengan pimpinan-pimpinan KPK seperi Antasari Azhar, Chandra Hamzah, dan Bibit Samad Rianto? Presiden yang menjabat saat itu ada di kubu mana?

Kita tahu pejabat-pejabat daerah adalah pejabat yang disokong Partai Politik untuk dipilih langsung, bukan pejabat yang ditunjuk dan dikomandoi Presiden. Mari bandingkan, jaman SBY barisan mentri, pejabat partai karena kebetulan SBY merupakan tokoh sentral di partai besutannya, sampai besan jadi pasien KPK. Lalu lihat sekarang, ada mentri Jokowi yang tertangkap KPK? Di kubu mana SBY berdiri sekarang?

Lagi ya … menggunting dalam lipatan, mendiskreditkan teman sendiri. Kalo itu dilakukan dengan kesadaran penuh namanya jahat. Kalo itu dilakukan nggak sadar, namanya bodoh.

Lalu bagaimana dengan yang tetakhir, soal terorisme? Dia menyebut “dinamika perluasan stigma radikal yang oleh sebagian orang dianggap tidak jelas metodenya“. Tentu saja yang dia wakili dengan kata sebagian orang itu ya palingan sebetulnya cuma dirinya sendiri tok. Perluasan stigma kemana? Entahlah. Jangankan kita, mungkin dia sendiri kalo disuruh nyebut paling blepotan kesana kemari seperti biasa. Tapi yang jelas golongan yang berkeinginan mengganti dasar negara dengan faham khilafah yang tumbuh besar karena pembiaran jaman SBY diberangus Jokowi. By the way, tahun ini Natal dan Tahun Baru aman lho.

3-0? He he he. Bangun oooi!