Sebagai penggemar kopi single origin yang disajikan dengan teknik manual brew, saya memang cenderung menghindari kedai-kedai kopi modern yang cenderung menggunakan mesin kopi modern untuk menyajikan kopi ala barat yang kebanyakan menambahkan susu. Bukan karena saya mendekati vegetarianisme kalau saya menghindari susu di dalam kopi, tapi lebih ke selera dimana saya memang lebih suka menikmati rasa murni dari kopi itu sendiri, tanpa diembel-embeli bahan lain, termasuk gurihnya susu. Bahkan gulapun hampir tidak pernah saya bubuhkan. Bukan karena saya menghindari resiko diabetes, tapi lagi-lagi karena rasa dan aroma gula mengganggu kemurnian rasa dan aroma kopi itu sendiri.

Tapi memang itu tidak selalu bisa dilakukan, terutama kalau hanging out dengan orang lain, tidak sendirian. Entah dengan pasangan, teman, relasi, atau siapapun lah. Kompromi soal pilihan, saya memang cenderung memilih untuk toleran. Jadi kalau dia atau mereka menginginkan untuk mampir ke kedai kopi yang melenceng dari selera saya sendiri, ya nggak apa-apa, ngikut saja. Biasanya saya kemudian memilih kopi yang setidaknya tidak dicampur susu atau apapun bahan lainnya, ya pastinya kecuali air. Biasanya nggak jauh-jauh sih, kalau bukan espresso ya long black atau americano.

Kali ini saya diajak mampir ke J.CO. Bukan karena kopinya sebetulnya, tapi entah mengapa pasangan saya katanya pengen donat. Bukan penggemar donat, entah J.CO atau apapun, saya memilih alakadarnya, daripada nggak. Sementara untuk pilihan kopi, saya memang sudah siap untuk memilih diantara pilihan-pilihan biasa saat saya masuk ke kedai kopi modern. Ada beberapa kedai kopi modern yang menyajikan kopi single origin yang diseduh dengan teknik manual brew, tapi seingat saya J.CO bukan salah satunya.

J.CO Punya Kopi Manual Brew

Tapi memang dari kejauhan saat memilih donat, di kejauhan di bagian penyajian kopi saya melihat dua buah corong keramik yang cukup saya kenal, alat penyeduh kopi manual brew yang dikenal dengan v-60. Tentu saja saat saya mendekat ke bagian itu untuk memesan kopi, saya langsung tanya dan ternyata benar, sekarang J.CO menyediakan kopi yang diseduh secara manual dengan v-60. Nggak pake banyak tanya lagi dong, pesan yang itu. Memang ternyata v-60 merupakan satu-satunya kopi manual brew yang tersedia disitu. Yang lain-lain entah aeropress, sifon, dan sebagainya nggak ada.

Tapi tidak apa-apalah …

Sayangnya ternyata selain tidak menyediakan banyak variasi teknik kopi manual brew, mereka juga tidak menyediakan banyak pilihan biji kopi. Hanya ada satu-satunya dan itupun tidak benar-benar sesuai dengan selera saya, Colombian Supremo. Namanya yang mentereng tidak cukup untuk membuat saya tertarik sebetulnya. Saya lebih suka varietas-varietas kopi dari tanah air. Tapi ya apa boleh buat lah. Pasrah saja, satu v-60 Colombian Supremo.

Ternyata saat nama saya dipanggil pertanda kopi pesanan saya sudah siap, saya agak kaget dengan penyajiannya yang tidak biasa. Alih-alih menggunakan cangkir atau gelas kaca, kopi pesanan saya tersaji dalam gelas kertas standar J.CO yang ukurannya relatif besar dibandingkan dengan cangir atau gelas kopi biasa. “Tak apa-apalah”, saya pikir dalam hati. Lumayan kan, anggap aja pesan satu dapat dua cangkir sekaligus. Lalu bagaimana pengalaman rasanya. Seperti perkiraan, miskin rasa, beda dengan varietas biji kopi tanah air memang. Selain itu saya memang agak meragukan ketelitian proses penyeduhan yang membuat rasanya cenderung hambar.

Lumayan lah kalau dibandingkan memilih espresso, long black, atau americano. Tapi kalau dibandingkan dengan kopi manual brew pada umumnya, nilainya rendah sih.