Sebagai penggemar kopi, salah satu hal yang menarik buat saya adalah mencoba warung kopi baru. Banyak orang memilih bahasa modern, coffee shop. Ya terserah sajalah. Tapi sebagai orang desa saya masih lebih memilih menggunakan istilah warung kopi.

Selain warungnya, cara penyajian kopi yang semakin berbeda-beda juga sangat menarik perhatian saja. Dari yang “hard core” seperti kopi joss khas Jogja yang dicemplungi arang panas sampai teknik-teknik yang datang dari luar negeri seperti French press atau aeropress misalnya. Akhir-akhir ini yang membuat saya kesengsem adalah teknik penyajian kopi cold brew.

Yang lebih menarik dari menemukan warung kopi baru maupun teknik penyajian baru, ada juga. Menemukan varietas kopi baru. Mungkin nggak 100% tepat menyebut varietas kopi baru sih, mungkin lebih tepat kopi yang ditanam di tempat tertentu yang sebelumnya belum pernah saya cicipi. Misalnya saja, kopi asal Flores yang cukup terkenal berasal dari Bajawa. Tapi baru-baru ini saya mencicipi kopi yang datang dari daerah lain di Flores, Mangulewa Golewa, dan rasanya ternyata benar-benar beda.

Contoh lain, salah satu varietas kopi yang saya sukai adalah kopi asal daerah Kalosi di Toraja. Tapi baru-baru ini saya diperkenalkan dengan kopi asal daerah lain yang sama-sama di kawasan Toraja, Mengkendek. Rasanya luar biasa. Lagi-lagi, rasanya benar-benar beda.

Itu salah satu sisi menarik dari kopi, setiap daereh, entah karena cara kultivasi, iklim, atau mungkin struktur mineral tanahnya, menghasilkan rasa kopi yang berbeda. Ini yang menarik juga tapi sih.

Mungkin memang hanya mereka yang benar-benar mencintai kopi yang bias merasakan perbedaanya. Karena perbedaan tersebut memang sangatlah tipis dan perlu dicicipi dengan sangat seksama di lidah. Perlu jam terbang penggemar kopi cukup tinggi untuk bias memilah unsur rasa yang tersembunyi di balik rasa pahit yang dominan.

Saya Hanya Suka Kopi Single Origin

Saya tidak suka kopi dicampur-campur. Dicampur antara kopi yang datang dari beberapa daerah. Dicampur antara robusta dan Arabica. Dicampur dengan bahan-bahan lain seperti susu, krim, rempah, atau apapun lagi. Saya bahkan tidak suka kopi yang dicampur dengan gula.

Saya lebih menyukai rasa asli yang masih bisa saya cicipi, bukan rasa yang nggak jelas datangnya darimana. Kalau dicampur antara 2 jenis kopi, kita tidak tahu lagi misalnya cita rasa kayu yang mampir di lidah datangnya dari mana. Bahkan banyak jenis kopi memiliki rasa manis yang luar basa nikmat samar-samar tersembunyi di balik dominasi rasa pahitnya. Kalau kopi dicampur gula, rasa itu hilang sudah, karena rasa manis gula yang biasa-biasa tapi manisnya luar biasa sangat mendominasi dan menghilangkan unsur manis dari rasa kopinya itu sendiri.

Saya juga hanya kalau benar-benar terpaksa saja mau minum kopi yang disajikan ala Italia atau entah dari negara mana lagi datangnya semacam cappuccino, latte, dan lain-lain yang kebanyakan memadukan kopi dengan olahan susu. Pertama saya memang tidak mengkonsumsi bahan-bahan hewani termasuk susu. Tapi yang lebih penting adalah kopi juga memiliki unsur gurih yang sangat nyaman di lidah yang sangat lembut karena tersamarkan dengan rasa pahit yang lebih dominan. Rasa gurih ini tertelan oleh susu yang memang sangat gurih.

Sederhana saja sih, kalau memang mau menikmati rasa gurih yang menohok, bukan yang lembut tersamar, ya minum segelas susu saja. Atau kunyah sepotong steak.

Saya Hanya Suka Kopi Indonesia

Ada banyak negara lain yang juga menghasilkan kopi. Bahkan sejatinya konon kopi memang bukan tanaman asli Indonesia, melainkan didatangkan pada masa penjajahan. Jadi tidak heran kalau kita juga banyak mendapati kopi yang berasal dari banyak negara lain. Sejumlah negara di Amerika Selatan seperti Brazil dan Colombia misalnya, merupakan negara penghasil kopi terkemuka dunia. Tentunya kualitasnya juga tidak kalah bagus.

Saya sering kali mencicipi kopi-kopi impor ini, atas nama rasa ingin tahu. Atau saat saya ada perjalanan ke luar negeri, tentunya daripada mencari-cari kopi Indonesia, saya justru sengaja mencari kopi asal negara tersebut. Sesama kawasan tropis, kebanyakan negara di Asia Tenggara juga menghasilkan kopi.

Bagi saya, kopi bukan hanya sekedar kegemaran tetapi kebutuhan. Kalau tubuh saya tidak kemasukan cafein dari kopi di pagi hari, sepanjang hari badan akan terasa agak lemas sehingga aktivitas tidak optimal. Jadi saat travelling, biasanya saya memang terpaksa meminum apapun kopi yang tersedia di hotel di pagi hari. Tapi entah siang atau malam biasanya saya menyempatkan diri untuk mencari kopi yang lebih “berkualitas”.

Tapi pada akhirnya konsumsi kopi “luar” memang tetap berujung di rasa ingin tahu dan kebutuhan sesaat saja. Pada akhirnya saya memang hanya menyukai kopi-kopi asal Indonesia. Saya hanya mencintai kopi Indonesia.