Sebagai pusat pariwisata dunia, mencari kedai kopi di Bali tidaklah susah. Selain tempat yang memang khusus dihadirkan sebagai kedai kopi, tempat-tempat lain seperti restoran dan cafe juga pastinya menyajikan kopi. Belum lagi jaringan kedai kopi baik yang internasional maupun lokal seperti Starbucks, The Coffee Bean & Tea Shop, Expresso, dan banyak lagi yang lainnya yang seolah berlomba-lomba mengisi ceruk kecil pasar penggemar kopi enak di Bali.

Maklum, meskipun kecil, Bali memang dipenuhi kaum yang terbiasa menikmati kopi di luar rumah. Orang asing, selain wisatawan juga ada banyak ekspatriat, orang asing yang memilih untuk menjadikan Bali tidak hanya tempat liburan tetapi tempat tinggal permanen. Wisatawan domestik dan kaum profesional yang kebanyakan bekerja di bidang pariwisata. Dan tentunya masyarakat Bali yang meskipun memegang teguh tradisi tetapi juga sangat adaptif dengan gaya hidup yang dibawa oleh para pendatang.

Tapi sudah menjadi rahasia umum juga, harga yang mereka tetapkan juga lumayan menguras kantong. Sekali-sekali bolehlah. Tapi kalau tiap hari apalagi beberapa kali sehari, meskipun dompet anda mungkin lumayan tebal, ujung-ujungnya menjerit juga. Meskipun kebanyakan kedai kopi di Bali mungkin menyasar orang asing, tetap saja, sedalam-dalam sumur tetap ada dasarnya.

Buat saya yang kebetulan punya lidah kampung, ada lagi masalah lain. Saya kurang suka kopi “modern” meskipun mungkin bisa mendongkrak gaya. Alih-alih espresso, cappuccino, latte, macchiato, dan entah nama berbau Italia lain, saya lebih suka kopi tubruk. Daripada kopi Jamaica, Colombia, Brazil, dan negara-negara tropis lain saya lebih suka kopi Bali, kopi Toraja, atau kopi dari daerah-daerah penghasil kopi lain di tanah air. Rasanya masing-masing daerah, dari Sabang sampai Merauke punya kopi khas masing-masing. Sebut saja Kopi Aceh dari Dataran Tinggi Gayo dan Kopi Papua dari Wamena.

Kalau anda punya selera dan ukuran dompet yang kurang lebih sama dengan saya dan sedang berada di seputaran Jimbaran, ada satu kedai kopi di Jimbaran yang menawarkan kopi enak dan murah. Kopi tradisional, disajikan dengan cara tradisional. Bahkan sampai cangkir yang dipakai untuk menyajikannyapun bergaya tradisional alias jadul. Bukan cangkir porselen China lengkap dengan piring kecil yang senada sebagai alasnya, tapi cangkir kaleng yang ternyata cocok dengan mejanya dan perabot lain yang sepertinya memang sengaja diberi kesan jadul.

Nama kedai kopi di Jimbaran yang satu ini juga tidak kalah unik, Kedaiku Disini. Lokasinya lumayan juga, karena berada di sebuah pusat perbelanjaan alias mall. Tapi nggak keren-keren amat sih, karena meskipun di mall, dia berada di teras, bahasa yang lebih memelasnya sih emperan. Nggak separah itu tapi. Kalo emperan kesannya kan sempit, ini cukup luas dan nyaman. Meskipun nggak kebagian AC karena berada di sisi luar mall, cukup nyaman karena berhadapan dengan lapangan parkir yang luas dan meskipun berpaving tapi ada banyak pohon rindangnya.

Tidak ada pilihan macam-macam, hanya kopi (hitam) dan kopi susu. Keduanya disajikan dalam cangkir kaleng yang isinya sepertinya sama saja dengan cangkir kopi biasa. Untuk menemaninya ada banyak sajian sederhana, dari banana fritter alias pisang goreng sampai calamari ring alias cumi-cumi goreng tepung. Rasanya standar-standar saja, dan sialnya lebih banyak “maaf sedang kosong”-nya. Kalau anda termasuk yang agak “tegaan”, sebetuknya sih mendingan pesen kopi saja. Cuma memang dengan harganya yang tidak sampai 10 ribu rupiah, rasanya memang “pelit amat”.

Benoa Square ini letaknya di Jalan ByPass Ngurah Rai menuju Nusa Dua, tepatnya persis di lampu merah menuju kawasan Kedonganan yang populer sebagai tempat nongkrong menikmati sunset sekaligus sajian seafood bakar yang sangat populer di kalangan wisatawan.