Beberapa kali saya mendengar – baik dari ceramah maupun postingan orang di jaringan social media – saran untuk menghindari kesombongan dengan membandingkan rumah. Biasanya ada dua gambaran, entah naratif ataupun visual. Pertama rumah saat hidup, dimana rumah orang kaya digambarkan megah dan mewah, jauh dibandingkan dengan rumah orang miskin. Kemudian yang kedua lubang kubur, dimana yang kaya dan yang miskin sama-sama akan masuk ke dalam lubang sempit berukuran kurang lebih 1 x 2 meter saja. Lalu ditambahkanlah pesan agar mereka yang dalam kehidupannya kaya dan memiliki harta berlimpah tidak boleh sombong, karena saat mati nanti harta itu tidak ada artinya.

IMG_3044Saya sangat setuju dengan pesan moral yang diusung. Tidak ada apapun di dunia ini, termasuk harta dan kekuasaan, yang membuat pemiliknya berhak untuk sombong, karena dia tidak benar-benar memilikinya, semua milik tuhan sang pencipta. Tuhan bisa mengambilnya kapan saja, bahkan dengan cara yang sama sekali tidak kita duga sebelumnya.

Adalah benar adanya bahwa harta, meskipun secara hakiki merupakan titipan tuhan, tetapi tidak datang begitu saja, tetapi melalui usaha yang sering kali luar biasa keras. Konon pengusaha-pengusaha sukses yang kaya raya itu bekerja sangat keras, dengan disiplin sangat tinggi, untuk waktu yang sangat lama. Kalau kita membaca biografi sejumlah sosok terkemuka seperti pengusaha kaya atau tokoh yang berkuasa, mereka sering diceritakan bahkan hanya menghabiskan beberapa jam saja dalam sehari untuk tidur dan beristirahat, sisanya dihabiskan untuk bekerja, bekerja, dan bekerja. Pergi subuh pulang lewat tengah malam, bahkan tidak jarang menghabiskan seluruh malam di tempat kerjanya.

Selain kerja keras, kekayaan dan kekuasaan juga biasanya juga banyak dipengaruhi dan karena itu sering dipandang sebagai bukti dari sejumlah keunggulan pribadi manusia. Cerdas, ulet, kreatif, sabar, dan lain-lain. Bahkan untuk orang-orang tertentu dipengaruhi keunggulan fisik, cantik, tampan, bersuara merdu, memiliki fisik yang kuat, dan lain sebagainya.

Tapi saya hanya sependapat dengan bagian pertama saja. Bahwa ada yang kaya dan ada yang miskin, tetapi kekayaan tidak membuat seseorang layak menjadi sombong. Sementara bagian kedua yang menggambarkan alasannya, bahwa baik yang kaya maupun yang miskin nantinya sama-sama akan masuk ke dalam lubang sempit, itu terlalu naif dan menyederhanakan. Lubang kubur adalah rumah masa depan bagi manusia setelah kematian. Dalam Agama Islam dan mungkin juga sejumlah agama dan kepercayaan lain, rumah ini akan cukup lama ditempati, bahkan mungkin jauh lebih lama daripada usia hidupnya itu sendiri, sambil menunggu dibangkitkan pada waktunya nanti.

Konon alam kubur ini juga bukan semata-mata soal penantian. Dalam agama Islam yang saya anut, sekedar penantian yang terasa hanya sekejap itu hanya bagi mereka yang diberkahi. Sementara untuk para pendosa ceritanya bisa sangat berbeda karena masa ini juga menjadi waktu dimana semua kejahatan yang pernah dilakukan dibalas, kurang lebih sebagai “uang muka” sebelum dilanjutkan nanti di neraka kalau memang dosanya terlalu banyak. Dari sudut pandang ini, sempit atau lapangnya lubang kubur bisa sangat berbeda.

Mudah-mudahan semua kita memiliki amalan yang cukup untuk menjadikan lubang yang hanya berukuran 1 x 2 meter itu menjadi tempat yang lapang dan nyaman, jauh lebih lapang dan nyaman dari rumah yang kita tempati pada saat kita masih hidup. Amin.