Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, merupakan salah satu dari sedikit pejabat yang sampai saat ini masih saya yakini integritasnya. Terlepas dari gaya komunikasinya yang meledak-ledak dan ucapannya seringkali masuk ke dalam kategori kasar, saya belum melihat adanya kejadian yang membuat kepercayaan saya akan integritas tersebut menyusut apalagi hilang.
Mungkin karena keparcayaan atas integritasnya itulah yang membuat saya cenderung “setuju” dengan tindakan dan kebijakannya, dan “sependapat” dengan ucapannya.
Tapi kali ini agak berbeda. Mengangkut pernyataannya mengenai penyebab kecelakaan kerja dalam proyek-proyek konstruksi yang kemudian banyak dikutip berbagai portal berita, salah satunya merdeka.com. Disebutkan bahwa Ahok, sapaan akrab Gubernur DKI tersebut, menyatakan bahwa banyaknya kecelakaan kerja pada proyek-proyek konstruksi diakibatkan ulah kontraktor yang ingin menghemat biaya alias “ngirit”.
Untuk satu hal, saya sependapat, bahwa sangat logis jika banyak kecelakaan kerja di sektor ini diakibatkan oleh kontraktor yang cenderung ngirit. Memilih alat kerja dengan merk murah yang kualitasnya layak dipertanyakan, penggunaan tenaga kerja yang tidak berpengalaman, perawatan alat kerja yang tidak sesuai standar yang ditetapkan pembuatnya, merupakan beberapa cara pengiritan yang dilakukan kontraktor untuk menekan biaya.
Wajar kalau selain meningkatkan resiko kecelakaan kerja, kualitas pekerjaan juga jadi tidak sesuai standar, padahal banyak proyek konstruksi tersebut dilakukan untuk membangun fasilitas publik yang kalau sampai bermasalah bisa membahayakan orang banyak. Bayangkan kalau jalan layang tiba-tiba ambruk karena tidak sanggup menahan beban saat ratusan mobil terjebak kemacetan di atasnya, misalnya.
Tapi hanya sampai potongan itu saja saya sependapat. Lebih lanjut, harus juga dirunut alasan mengapa para pengusaha konstruksi itu cenderung ngirit. Sudah bukan rahasia lagi kalau mereka dibebani dengan banyak biaya siluman. Anggota DPR jelita yang baru-baru ini tertangkap tangan KPK mengkonfirmasi bagaimana pengusaha dibebani biaya yang luar biasa tinggi bahkan sebelum mereka mendapatkan proyek untuk mereka garap.
Saya yakin biaya-biaya nggak jelas jutrungannya itu tidak berhenti sampai disitu. Dari DPR/DPRD saat pembahasan aliran pengeluaran terus menggelontor untuk berbagai meja pejabat dari mulai saat pencairan dana sampai pengawasan oleh departemen/dinas teknis terkait, sampai Ormas dan LSM.
Sebagai pengusaha, kontraktor-kontraktor itu juga perlu untung. Buat apa berbisnis kalau tidak untung. Sementara itu pesaingan antara mereka sendiri membuat pengajuan anggaran juga harus realistis, biar nggak nantinya kena semprit BPK maupun pejabat dan para wakil rakyat yang entah karena belum kena cipratan atau membutuhkan panggung pencitraan kemudia mengangkat persoalan menjadi masalah. Kalau begini persolannya, pengiritan menjadi satu-satunya solusi, supaya biaya-biaya siluman tersebut bisa terpenuhi dan pengusaha masih tetap bisa mendapatkan keuntungan yang wajar.
Pada dasarnya kontraktor itu pengusaha, dan wajarnya pengusaha memahami pentingnya kredibilitas yang dibangun salah satunya dengan penyelesaian pekerjaan yang bebas masalah baik pada saat pengerjaannya maupun setelah selesai. Mereka juga sangat faham bahwa pegawai, dari manager proyek sampai buruh, merupakan aset penting. Dengan begitu mereka akan cenderung mengambil keuntungan yang wajar dengan tetap mengedepankan keamanan, keselamatan, dan tentunya hasil akhir.
Tapi kembali pada integritas Ahok, saya yakin beliau sangat faham apa yang saya sebutkan tadi. Apa yang dia katakan mengenai pengiritan itu, beliau bicara di satu sisi, mengingatkan pengusaha. Karena disisi lain saya kira beliau salah satu dari hanya sedikit pejabat yang konsisten menunjukan komitmennya untuk memberantas praktek-praktek yang membebani pengusaha dengan biaya tinggi sehingga terpaksa melakukan pengiritan.
Saya kira beliau ingin mengingatkan pengusaha, biar para “begal” dia yang bersihkan, tapi setelah bersih, jangan kemudian para pengusaha yang menggantikan mereka, “membegal” diri sendiri dengan mengorbankan buruh dan kualitas akhir.
Leave A Comment