Menyusul tudingan bertubi-tubi yang diarahkan terhadap Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, menyusul sikap kerasnya “memaksa” umat islam untuk menyembelih hewan qurban di Rumah Pemotongan Hewan (RPH), tiba-tiba tersiar bawa pada Hari Raya Idul Adha, Gubernur Ahok berqurban dengan jumlah yang luar biasa, 30 ekor. Padahal untuk Umat Islam sendiri saja sapi memiliki nilai 7 orang.
Menjadi menarik karena banyak yang menafikkan alasan higienis yang dikemukakan Gubernur Ahok dan tetap menuding keinginannya untuk mengelola pelaksanaan pemotongan hewan qurban di RPH sebagai bentuk penindasan terhadap kebebasan Umat Islam dalam menjalankan perintah agamanya. Lalu tiba-tiba sosok yang dituding anti-Islam itu berqurban dalam jumlah yang sangat banyak. Apalagi diembel-embeli pesan kalau daging hewan qurban itu supaya dibagikan kepada penghuni Rumah Susun.
Tidak kalah menari sebetulnya, karena Gubernur Ahok juga sempat menjadi bulan-bulanan hujatan saat di bawah komandonya, Tim Gabungan mengosongkan pemukiman kumuh pinggir kali Kampung Pulo ke Rusun yang sudah disediakan terlebih dahulu. Sekarang dia justru berkurban dengan pesan supaya daginynya dibagikan kepada para penghuni Rumah Susun itu tadi.
Tetapi memang benar banyak orang bijak yang mengatakan jangankan berbuat jahat, berbuat baikpun pasti ada orang yang tidak suka. Apapun dikorek-korek. Yang kecil dibesar-besarkan, kalau yang kecilpun tidak ada, ya diada-adakan. Penggunaan kata Qurban ternyata bagi segelintir orang merupakan isu yang cukup seksi untuk dieksploitasi. Kasusnya tetap berputar di situ-situ saja, apa lagi kalau bukan SARA.
Qurban Gubernur Ahok kemudian dipersoalkan beberapa fihak. Dalam hal ini mereka mempermasalahkan penggunaan istilah Qurban, karena Quban adalah mentuk ibadah orang Islam, sementara Gubernur Ahok adalah Umat Kristiani, maka menurut mereka penggunaan kata Qurban itu tidak pada tempatnya. Apa yang dilakukan Gubernur Ahok, tidak dapat kemudian disebut dengan istilah Qurban, tetapi sumbangan biasa, menyumbangkan sapi untuk disembelih dan dagingnya dibagi-bagikan khususnya pada warga kurang mampu.
Saya sendiri menilai argumen di atas memang ada benarnya, tapi selayaknya kan juga tidak perlu justru dijadikan dalih untuk kembali memojokkan Gubernur Ahok. Yang menggunakan kata Qurban sepertinya juga bukan Gubernur Ahok sendiri, tetapi media yang meliput dan kemudian memberitakannya. Mau disebut Qurban meskipun kurang tepat kan sah-sah saja, mau disebut sumbagan sepertinya memang lebih tepat sih.
Alih-alih membesar-besarkan kotroversi kecil, lebih baik kita melihat dari sisi baiknya saja. Mau disebut sebagai Qurban atau Sumbangan atau entah apalagi ide yang nenti muncul, memberikan 30 ekor sapi secara cuma-cuma untuk disembelih dan dagingnya dibagi-bagikan kepada kaum marjinal yang menghuni Rumah Susun. Kalau soal penggunaan istilah sih, diambil sederhana saja. Kalau ketahuan dan ternyata ada yang tidak berkenan, mau menyebutnya sebagai sumbangan saja, bukan pajak, ya sah-sah saja.
Dari kejadian itu, ada banyak hal yang dapat kita pelajari menyangkut kepribadian Gubernur Ahok. Berikut beberapa yang saya coba analisa dan simpulkan:
(1) Gubernur Ahok orang yang dermawan. Bayangkan saja, kalau bicara Qurban, satu sapi bisa untuk 7 orang, sementara Gubernr Ahok memberikan 30 ekor sapi. Kalau seekor sapi ditaksir dengan harga termurah saja, 15 juta per-ekor, berarti nilai hewan yang diberikan Gubernur Ahok jauh melebihi jumah Ongkos Naik Haji.
(2) Gubernur Ahok menghargai umat muslim. Buktinya sederhana saja. Karena dia bukan pemeluk Agama Islam, tentu kalau dia menyumbang bisa kapan saja. Tetapi Gubernur Ahok justru memilih momentum pada saat pelaksanaan Qurban, sehingga sumbangan dagingnya bisa memberi sedikit kegembiraan bagi mereka kurang beruntung.
(3) Gubernur Ahok mencintai warganya. Bayangkan saja, orang-orang yang dia relokasi karena kawasan tempat mereka dulu merupakan bantaran kali dan karenanya digusur atas perintah Gubenur Ahok, sebagian ada yang memprotes kebijakannya. Nyatanya meskipun sebagian memusuhinya, Gubernur Ahok tidak lupa memasktikan bahwa penghuni rumah no 617 adalah rumah kosong.
Leave A Comment